Babad Pande

Babad Pande Beratan | Tersebutlah kisah seorang Maha Mpu Brahma Raja Wisesa dari Tanah Jawa yang diundang oleh Rakryan Patih Gajah Mada agar datang ke Bali untuk dapat menjaga daerah Bali dan selanjutnya karena beliau memerintah dengan baik, diberikan gelar Bhagawan Pandya Bumi Sakti.

Setelah menikah, beliau memiliki putra dan putri yaitu :
  • Brahma Rare Sakti
  • Dyah Kencanawati. 
Setelah dewasa, selanjutnya Sang Brahma Rare Sakti disebutkan melaksanakan Brata Tapa Samadi di gunung Bromo serta bergelar Mpu Gandring.

***
Kepandaian kakak beradik ini dalam swadharmanya untuk melaksanakan pekerjaan pande (membuat benda - benda pusaka) seperti : cincin, pande besi, emas, perak dll dan oleh Sri Aji Bali Dalem Ketut Smara Kepakisan yang memerintah di Puri Gelgel, sehingga diberi nama Mpu Gandring Sakti yang ditempatkan di Kayumanis, sebagaimana disebutkan dalam Babad Pande Beratan 46102 Gedong Kirtya Singaraja
***
Kemudian Dyah Kencanawati oleh Raja Dalem Gelgel diserahi memegang Bali Aga, yang beristana di Gunung Udaya serta bergelar Dyah Mpu Kul Putih.

Sedangkan Brahma Rare Sakti beristrikan Dyah Giri Sewaka, yang kemudian menurunkan Brahmana Duala. 

Setelah Brahmana Duala lahir, Sang kakek yaitu "Sira Sang Mpu Pandya Bumi Sakti" diceritakan melakukan perjalanan menuju Pura Besakih untuk menghaturkan puja (sembah bhakti) demi menjunjung para leluhurnya serta memohon keselamatan dunia. 

Setelah beberapa lama kemudian Sang Brahmana Duala dewasa dan melaksanakan upacara dwijati serta diangkat sebagai guru di Beratan dekat dengan Danau Beratan sekarang. 

Setelah Sang Brahmana Duala di Desa Beratan, lahirlah 2 orang putra yang bernama :
  • Sirarya Pande Beratan
  • Sira Arya Pande Sewaka. 
Kedua putranya itu melanjutkan pekerjaan Gandring sebagai Tukang Besi dengan mendirikan area pemujaan.
  • Sira Arya Pande Beratan menurunkan Sri Maha Mpu Suwarna
  • Sira Mpu Sewaka menurunkan Sira Arya Pande Danu.
Diceriterakan di Ashram Beratan Sri Mpu Duala diangkat menjadi Kepala Desa Adat. Selama beliau menjabat mempunyai 2 orang putra yaitu 
  • Sri Maha Mpu Sadaka
  • Sri Maha Mpu Swarnangkara. 
Setelah Sira Arya Pande Surajnya menyucikan diri berganti nama Mpu Pande Resi dan adiknya bernama Sira Arya Pande Tusta, Sira Arya Pande Tonjak, dan Sira Arya Pande Ida Wana. Kesemuanya ini tinggal di
Desa Beratan dekat Danau. 

Pada suatu ketika, Sira Arya Pande Beratan melaksanakan upacara di Pura Ulun Danu, tiba-tiba datanglah pedagang dari Batur yang menggembalakan kudanya di depan pura itu, sehingga Arya Pande Beratan menjadi marah dan sampai para pedagang itu dibunuh. 

Pedagang yang terbunuh itu ternyata keturunan dari Resi Mpu Ketek. Setelah itu datanglah warga dan pasukan dari Batur untuk membalas dendam sehingga terjadi perang tanding dengan kekalahan Sirarya Beratan dan akhirnya sanak keluarga si Pande Beratan menyebar ke desa-desa seperti ada yang ke Daerah Kapal, ke Daerah Mengwi, ke Desa Ulatmara, ke Desa Gadungan, ke Singaraja, ke Desa Parasan, Badung dan Bangli.

Diceriterakan Sirarya Pande Beratan yang berada di Blahbatuh telah banyak mempunyai keturunan dan begitu juga Sira Arya Rukia yang pindah dari Bangli menuju daerah Blahbatuh bersatu membantu Kiyai Anglurah Jelantik. 

Ketika I Gusti Jelantik meminang Ratu Karangasem, bertentangan dengan I Gusti Ngurah Panji Sukasada yang mengakibatkan perang saudara yang dibantu oleh Raja Karangasem.

Setelah runtuh raja Sukasada Raja Karangasem memerintah di Buleleng serta diangkatnya Kyai Jelantik.

Selanjutnya sebagaimana dijelaskan dalam kutipan Bhisama Pande, yang dalam pertemuan itu dibhisamakan oleh Dalem Sri Semara Kepakisan, bahwa apabila para sentana Dalem Tarukan tetap ingin ngamanggehang (menegakkan) pamancangah (prasasti)-nya, sebagai bukti bahwa mereka (para warga pande) mereka merupakan keturunan Dalem Gelgel, mereka harus memohon pengampunan (nunas lugra) ke Pura Besakih. Dalam Babad Dalem Tarukan juga dimuat bhisama Dalem, yang memberi petunjuk kemana mereka harus nunas lugra dan apa sarana penuntun nunas lugra itu.

Warga pande harus menyadari bahwa Pura Penataran Ida Ratu Bagus Pande di Besakih memang mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Pura Besakih. Gelar abhiseka Ida Bhatara di Penataran Pande di Besakih justru diketemukan dalam Raja Purana Pura Besakih dan di dalam Babad Dalem Tarukan.

Dalam Raja Purana Pura Besakih dijelaskan bahwa nama abhiseka Ida Bhatara di Pura Penataran Pande di Besakih adalah Ida Ratu Bagus Pande. Dalam Raja Purana Pura Besakih terdapat uraian yang jelas mengenai abhiseka itu, demikian pula mengenai keterkaitan antara Pura Penataran Pande dengan Pura Penataran Agung, karena Pura Penataran Ida Ratu Bagus Pande di Pura Besakih merupakan salah satu catur lawa yang merupakan satu kesatuan dengan Penataran Agung Pura Besakih.

Sebagaimana disebutkan dalam beberapa kutipan Bishama warga pande dijelaskan bahwa :
  • Pemakaian Sira Mpu merupakan penerusan tradisi leluhur yang telah berlangsung sejak jaman sebelum kedatangan DangHyang Nirartha ke Bali, jauh sebelum Beliau datang warga Pande telah memiliki sulinggih sendiri yaitu Sira Mpu. Tradisi itulah yang telah diwariskan dari generasi ke genarasi.
  • Dalam Kesulinggihan, warga pande tidak menggunakan Sulinggih lain, karena ada beberapa mantra khusus yang tidak dipakai oleh Sulinggih lainnya, khususnya yang berkaitan dengan Bhisama Panca Bayu.
  • Kajang, warga Pande seperti warga/soroh lainnya di Bali, memiliki aturan tersendiri dalam pembuatan kajang kawitan. Kajang kawitan Pande hanya dipahami secara mendalam oleh Sira Mpu atau pemangku pura kawitan sehingga hanya merekalah yang berhak membuat kajang kawitan Pande.
  • Upacara Mediksa, tata cara pediksaan di kalangan warga Pande sangat berbeda dengan tata cara pediksaan dikalangan warga lain, khususnya keturunan Danghyang Nirartha. Perbedaan ini sangat prinsip bagi warga Pande, dimana warga Pande melakukan pediksaan dengan sistem Widhi Krama.
    Demikianlah sekiranya disebutkan kisah keturunan dari pesemetonan warga pande di Bali
    ***