Babad Buleleng

Dalam Babad Buleleng ini diceritakan setelah kalahnya Raja bedahulu di Bali, akhirnya keadaan Bali pada saat itu menjadi tenang, sedangkan Patih Nirada Mada menjadi tidak senang. 

Disebutkan ada seorang pendeta yang sangat sempurna bernama Dang Hyang Kepakisan. Beliau berputra tiga orang laki-laki dan seorang wanita. 

Salah satunya dimohon menjadi raja oleh Gajah Mada di Bangsul (Bali) bernama Sri Dalem Ketut Kresna Kepakisan. Baginda beristana di Samprangan, dan setelah beberapa generasi terakhir digantikan oleh Dalem Sagening. Diceritakan pula Arya Kepakisan menjadi mahapatih di daerah Bali. Beliau berputra dua orang yaitu Arya Nyuh Aya dan Arya Asak.

Diceritakan Si Luh Pasek Panji dari desa Panji, ia mengabdi kepada Sri Aji Dalem Sagening. Setelah ia menginjak dewasa, suatu ketika Sri Aji Dalem Sagening secara tidak sengaja menginjak tanah bekas air kencing Si Luh Pasek yang terasa panas. Demikianlah akhirnya Si Luh Pasek berhasil digauli oleh Sri Aji Dalem Sagening, dan tak berapa lama maka hamillah Si Luh Pasek.

Suatu ketika, Sri Aji Dalem Sagening ingin menghadiahkan sesuatu kepada Ki Gusti Ngurah Jelantik atas pengabdiannya, maka diserahkanlah Si Luh Pasek Panji. Tidak diceritakan maka lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Ki Gusti Barak Panji. Setelah dewasa, berdasarkan pertimbangan keamanan, Ki Gusti Barak Panji meninggalkan istana disertai oleh ibunya Si Luh Pasek Panji diiringi oleh Ki Dumpyung, Ki Dosot, beserta sejumlah pengiring abdinya berjumlah tiga puluh orang. 

Akhirnya tibalah Beliau di desa Panji. Saat itu desa Panji dikuasai oleh Ki Pungakan Gendis. Berkat kesaktian keris Ki Semang akhirnya Ki Pungakan Gendis tewas tanpa diketahui siapa pembunuhnya.

Diceritakan ada perahu milik Ki Empung Awang yang terdampar di pesisir desa Panimbangan. Perahu itu sarat dengan barang bawaan. Barang siapa yang dapat mendorong perahu tersebut akan dihadiahkan semua isi perahu. 

Dengan bantuan keris Ki Semang akhirnya Ki Gusti Panji berhasil menyelamatkan perahu itu. Begitulah Ki Gusti Ngurah Panji dengan bantuan keris Ki Semang serta didukung oleh pribadinya yang welas asih akhirnya berhasil memimpin masyarakat desa Gendis. 

Selanjutnya beliau dinobatkan dan bergelar Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, karena kesaktiannya yang luar biasa, dan Beliau menetap di Istana Sukasada.

Setelah beberapa lama pemerintahan Sri Panji Sakti, tidak ada yang berani menentang perintah Beliau dan tetap tinggal di Istana Sukasada. Akhirnya Beliau menurunkan beberapa keturunan. Setelah Beliau wafat digantikan oleh putranya yang tertua yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Gede. Demikianlah putra-putra Beliau yang lain, semua berada di Singaraja.