Kerajaan Gelgel

Kerajaan Gelgel adalah Wangsa Kresna Kapakisan yang pernah berkuasa pada zaman dahulu di Bali.
Berdiri sekitar tahun 1265 Saka dan pada mulanya berpusat di daerah Samprangan Gianyar selanjutnya pindah ibukota ke Gelgel (Klungkung).
Diceritakan kerajaan ini muncul setelah kerajaan Bedahulu runtuh oleh pasukan Majapahit. Ketika itu, pulau Bali menjadi sunyi sepi, kacau balau, masing-masing para petinggi pemerintahan mempertahankan pendapatnya sendiri-sendiri, tidak mau menuruti sesamanya. 

Dan ketika itu, di Bali terjadilah kekosongan kekuasaan. Mahapatih Gajah Mada menjadi gelisah melihat situasi Bali hancur tanpa adanya peraturan, karena tidak adanya raja yang memimpin. 
Karena itu, Gajah Mada berunding dengan Mpu Sanakpitu. Untuk calon raja yang akan menduduki posisi sebagai raja di Bali, Gajah Mada memohon kepada guru penasehatnya yaitu Dang Hyang Kapakisan agar mengangkat putranya sebagai raja di pulau Bali. 
Permohonan itu akhirnya ditembuskan ke Raja Hayam Wuruk dan dikabulkan. Mulai saat itu pulau Bali dipimpin oleh raja yang merupakan keturunan dari Dang Hyang Kapakisan. 
Raja yang diberikan mandat untuk memerintah Bali selanjutnya adalah Sri Aji Kudawandhira yang bergelar Dalem Ketut Krsna Kapakisan yang memerintah di daerah Samprangan, dekat Gianyar. 
Perombakan tata pemerintahan juga dilakukan pada jabatan menteri-menteri, para menteri (Arya) semuanya berasal dari Majapahit dan diberikan tempat kedudukan masing-masing, yaitu: 
  • Arya Kenceng di Tabanan, 
  • Arya Belog di Kaba-kaba, 
  • Arya Dalancang di Kapal, 
  • Arya Belentong di Pacung, 
  • Arya Kanuruhan di Tangkas,
  • dan para Arya lainnya yang diberi daerah teritorial lainnya.
Setelah keadaan pulau Bali aman, Dalem Ketut Krsna Kapakisan bermaksud memperbaiki kahyangan (pura) di Bali, 
Maka beliau memanggil pemimpin-pemimpin Pasek agar menghadap ke Samprangan. Para pemimpin Pasek diberi tugas memelihara dan menyelenggarakan upacara-upacara dewa Yadnya di Sad Kahyangan, Kahyangan Tiga, dan pura-pura lainnya.
Pada masa pemerintahan Dalem Ketut Smara Kapakisan terjadi pemindahan ibu kota kerajaan yang dahulunya terletak di Samprangan (Gianyar) pindah ke Gelgel (Klungkung). 
Proses perpindahan ibu kota berjalan secara lancar. Dasar logis perpindahan ibu kota ini adalah pertimbangan komunikasi dan transportasi. Raja-raja yang memerintah Bali dari wangsa Krsna Kapakisan adalah Dalem Ketut Krsna Kapakisan, Dalem Ketut Smara Kapakisan, Dalem Watu Renggong, Dalem Bekung, Dalem Sagening, Dalem Anom Pemahyun, dan Dalem Dimade.
Masa keemasan dari keturunan raja-raja Krsna Kapakisan terjadi pada masa pemerintahan Raja Dalem Watu Renggong. 

Raja Dalem Watu Renggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Watu Renggong Kresna Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh almarhum Dalem Ketut Smara Kapakisan dan para mentri serta pejabat-pejabat lainnya demi untuk kepentingan kerajaan. 

Dalem Watu Renggong dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. 
Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.
Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong, datanglah ke Bali seorang Brahmana Siwa bernama Dang Hyang Nirartha (Ida Pandita Sakti Wawu Rauh).

Konsep keagamaan yang telah ditanamkan oleh Empu Kuturan pada masa pemerintahan Raja Udayana, disempurnakan lagi oleh beliau dengan menambahkan satu konsep yaitu Padmasana
Diceritakan menurut babad beliau secara spiritual masuk ke dalam mulut naga (lambang Bhuana, merujuk pada pulau Bali) dan melihat tiga bunga teratai yang mahkotanya berwarna merah, hitam, dan putih yang tidak berisi inti (sari). 
Kemudian beliau menganjurkan pada tiap-tiap kahyangan tiga seyogianya didirikan pelinggih berupa padmasana sebagai inti ajaran konsep Ketuhanan.
Demikian disebutkan kisahnya dalam salah satu mata kuliah Pendidikan Agama Hindu Cetakan 2016 dalam menggali sumber historis dalam pemetaan sejarah perkembangan Agama Hindu.

***