Kerajaan Mengwi

Kerajaan Mengwi adalah sebuah kerajaan di Bali yang dahulu diceritakan diperintah oleh raja-raja dengan dinasti yang berbeda-beda secara turun temurun yaitu :
  • Sekitar tahun 1408 M, pemerintahan dikendalikan oleh Dinasti Tegeh Kori yang sebagaimana disebutkan Babad Mengwi dalam sejarah Puri Pemecutan, raja-raja yang memerintah yaitu :
    • Kyai Made Tegeh yang kemudian bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi I
    • Kyai Gede Tegal sebagai Kyai Agung Anglurah Mengwi II.
    • Kyai Ngurah Pemayun yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi III.
    • Kyai Ngurah Agung yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi IV.
    • Kyai Ngurah Tegeh yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi V.
    • Kyai Ngurah Gede Agung yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI 
      • bersama Ngurah Cemenggon Beringkit beserta Ngurah Ngui { Petandakan } 
      • menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan kepada Gusti Agung Putu yang yang ketika itu berada di Puri Belayu.
  • Selanjutnya sekitar tahun 1686 M, kekuasaan atas Mengwi dipegang oleh Dinasti I Gusti Agung Putu, putra dari I Gusti Agung Maruti yang dahulu sebagai penguasa Kerajaan Gelgel. Dalam Cikal Bakal Raja - Raja Mengwi diceritakan I Gusti Agung Putu sebagai Raja I Mengwi dengan pusat ibu kotanya disebut dengan Kawyapura yang perluasan kekuasaannya meliputi :
    • Kaba-kaba (yang dahulu dalam Babad Kaba-Kaba disebutkan wilayah tersebut dikuasai oleh Arya Belog)
    • Marga
    • Selatan, Bukit Jimbaran sampai Uluwatu,
    • ke Utara sampai gunung Beratan,
    • ke Timur sampai sungai Petanu, termasuk daerah Sukawati.
    • ke Barat sampai sungai Yeh Panah.
    • dll
Kini diceritakan perluasan wilayah kerajaan pada tahun 1736 – 1767 yang dalam Babad Blambangan sebagaimana disebutkan :
Wilayah Blambangan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mengwi sejak tahun 1736, dan menempatkan Pangeran Menak Jingga/Pangeran Danuningrat sebagai raja bawahan. 
Serangan Badung ke Mengwi pada 1891penyerangan ini diceritakan dibawah perintahan Nararya Agung Ngurah Alit Pemecutan (1860 – 1901) sebagai raja Badung (dinasti Denpasar ke-V), yaitu kakanda dari Nararya Agung Made Ngurah Pemecutan (Ida Tjokorde Ratu Made Agung Gede Ngurah Pamecutan 1876 – 1906 alias Bethara Mur ring Rana) yang menciptakan Perang Puputan Badung 1906 itu;

Penyerangan kerajaan Badung ke kerajaan Mengwi tidak dalam bentuk perang besar, sehingga 
  • tidak banyak korban baik manusia maupun harta benda. Kondisi Kerajaan Mengwi saat itu dalam kondisi paling lemah sebagai akibat dari banyaknya perang yang telah dilakukan, 
  • disamping adanya pembelotan keluarga kerajaan Mengwi di kawasan Timur, 
    • sehingga ketika itu Mengwi lebih memilih takluk lebih dahulu daripada harus menumpahkan darah.
Setelah kerajaan Mengwi takluk maka sebagian besar daerah kekuasaannya diserahkan kepada Badung mencakup Desa Kapal, Munggu, terus ke selatan hingga ke daerah Bukit (termasuk Pura Luhur Uluwatu) dan ada sedikit bukti, bahwa 
  • Banyak penduduk Gulingan hingga Penarungan dan sekitarnya merupakan laskar Badung yang ditugaskan menetap di sana. 
  • Kerajaan Badung juga menempatkan keturunan Puri Belaluan di daerah Kapal, Gaji, Abian Base, untuk mencegah bangkitnya kembali Kerajaan Mengwi. 
  • Karenanya, banyak penduduk di sana yang kawitannya ada di Badung.
Setelah runtuhnya Kerajaan Mengwi disebutkan dimana perang antara Badung dengan Mengwi berakhir maka tiga serangkai Raja Tabanan, Raja Badung Pemecutan dan Raja Gianyar sepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama di bidang pertahanan.

Sebagai tambahan, Kerajaan Mengwi dalam beberapa Babad juga diceritakan :
  • Dalam Babad Puri Andhul Jembrana, juga diceritakan, putra Ki Gusti Blambang Murti yang bernama Gusti Gede Giri, setelah Kerajaan Jembrana ditaklukan oleh Mengwi, sangat tunduk dan bakti terhadap Mengwi dan sering menghadap bersama putranya. Sangat berbahagia dan sejahtera.
  • Dalam cikal bakal raja-raja Mengwi dimana pada zaman dahulu warga 40 orang yang menyembah roh Ki Pasek Badak dijadikan laskar kerajaan bernama Bala Putra Dika Bata – Batu.
***