I Gusti Agung Maruti adalah seorang Patih Agung di Kerajaan Gelgel pada tahun 1634-1661 yang akhirnya menjadi seorang Raja Gelgel pada tahun 1661-1686 sebagaimana diceritakan Babad Bali, I Gusti Agung Maruti yang kemudian bergelar Anglurah Maruti.
Dikisahkan pada saat Ida I Dewa Anom Pemahyun sebagai raja di Kerajaan Gelgel,
Saat itu terjadi pergantian pejabat yang besar-besaran.Hal itu menimbulkan ketidakpuasan di lain pihak dan terjadi perebutan kekuasaan oleh Kryan I Gusti Agung Maruti.
Dengan pemindahan kekuasaan kerajaan Gelgel yang tidak sewajarnya sewaktu itu di bawah pimpinan Kryan Agung Maruti tersebut, diceritakan banyak punggawa ataupun Manca di seluruh bagian wilayah Bali ingin melepaskan diri dari pemerintahan yang berpusat di Gelgel sewaktu itu dan membentuk kerajaan sendiri-sendiri.
Mengingat keadaan Bali yang dalam bahaya perpecahan pada saat itu akhirnya diadakan pertemuan di Puri Sidemen di pimpin oleh Dewa Agung Jambe, Anglurah Singharsa dan Pedanda Wayan Buruan.
Mereka semua sepakat dengan tekad bulat untuk menghancurkan kekuasaan I Gusti Agung Maruti. Dewa Agung Jambe memberikan surat kepada Ki Tamblang Sampun supaya disampaikan kepada I Gusti Anglurah Panji di Den Bukit yang isinya meminta bantuan untuk menggempur I Gusti Agung Maruti yang menguasai Istana Gelgel.
Pasukan "Teruna Gowak" pun menyerang Kerajaan Gelgel yang dalam riwayat Panji Sakti mengusir I Gusti Agung Maruti sebagaimana diceritakan, gabungan pasukan koalisi Bali terdiri dari laskar "Taruna Gowak" dari Den Bukit dipimpin oleh Ki Tamblang Sampun dan I Gusti Made Batan bermarkas di desa Panasan, lengkap dengan sarwa senjata keris, tombak, bedil sebagian dengan berkuda.
Juga tidak ketinggalan bunyi-bunyian perang, kendang bende, cengceng.
Pada waktu yang sudah ditentukan mereka mulai menyerang Istana Gelgel dari arah Barat Laut.
Pasukan dari Badung dibawah pimpinan I Gusti Jambe Pule melalui arah pantai menyerang dari arah Selatan Istana lengkap dengan garangnya. Sedangkan laskar Singaharsa menyerang dari arah Timur Laut dengan terlebih dahulu menundukkan desa-desa sekitar Gelgel.
I Gusti Agung Maruti segera memerintahkan pasukan untuk bertahan namun sulit untuk menceritakan dahsyatnya pertempuran, saling serang, saling serbu sewaktu itu sehingga banyak jatuh korban nyawa.Sehingga banyak rakyat yang jadi korban terbunuh didalam istana. Orang berlarian cerai berai keluar istana, bahkan keluar kota Gelgel.
Dalam keadaan hiruk pikuk, I Gusti Agung Maruti dapat lolos keluar istana dan melarikan diri ke arah Barat ditemani Kyai Kidul dan Ki Pasek karena sudah berjanji sehidup semati.
Kekalahan dan pelarian Patih Agung Maruti yang meninggalkan laskarnya melarikan diri sebagaimana diceritakan dalam Babad Mengwi, beliau diikuti oleh Kryan Kaler Pacekan, menuju desa Jimbaran.
Atas usaha liciknya Kryan Kaler Pacekan berhasil membujuk rakyat I Gusti Agung Maruti untuk ikut bersamanya, dan berhasil mendapatkan keris Ki Sekar Gadhung dan Ki Panglipur.
Merasa diperdaya I Gusti Agung kemudian menuju ke kerajaan Kyai Anglurah Tegeh Kori hendak menghamba. Tetapi atas nasihat dari Kyai Tegeh Kori, Kryan Agung Maruti menuju menemui Pangeran Kapal di desa Kapal, bersama 3 orang putera dan puterinya, yatu: I Gusti Agung Putu, I Gusti Istri Ayu Made, dan I Gusti Agung Anom. Sedangkan Kryan Kaler Pacekan tetap di desa Jimbaran.
Kemudian terjadi peperangan antara Kapal dengan Buringkit, akibat penghinaan Pangeran Kapal, yang menikahkan kuda kesayangannya dengan puteri dari Pangeran Buringkit.
Pangeran Kapal dan Pangeran Buringkit sama – sama tewas. Sebelum tewas keduanya mengeluarkan kutukan, bahwa antara desa Kapal dan desa Buringkit tidak boleh saling ambil mengambil (kawin), sampai dengan tumbuh-tumbuhan tidak boleh bertemu sampai pada akhir jaman.
Atas bantuan I Gusti Kaler Pacekan, Buringkit akhirnya berhasil mengalahkan Kapal. I Gusti Agung Maruti yang ikut membela wilayah Kapal, melarikan diri bersama dengan isteri dan ke-3 anaknya, menuju hutan Rangkan.
Setelah beberapa lama berada di hutan Rangkan I Gusti Agung mendapat anugerah dari Bhatara Dalem Tawang Alun, berupa sebuah keris bernama Ki Bintang Kukus. Selain itu Beliau juga menemukan sebuah tempat pemujaan di tengah hutan, yang kemudian diperbaiki dan diberi nama Parahyangan Masceti. Kemudian beliau mendirikan istana bernama Puri Kuramas.
Setelah beberapa lama berada di hutan Rangkan I Gusti Agung mendapat anugerah dari Bhatara Dalem Tawang Alun, berupa sebuah keris bernama Ki Bintang Kukus. Selain itu Beliau juga menemukan sebuah tempat pemujaan di tengah hutan, yang kemudian diperbaiki dan diberi nama Parahyangan Masceti. Kemudian beliau mendirikan istana bernama Puri Kuramas.
Merasa mempunyai kekuatan yang tangguh dan jumlah laskar yang cukup banyak, I Gusti Agung Maruti melakukan penyerangan balasan ke Buringkit. Laskar Buringkit cerai berai, dan I Gusti Kaler Pacekan berhasil dibunuh di Bukit Pegat.
Keris pusaka Ki Sekar Gadhung dan Ki Panglipur berhasil direbut kembali. Putera – putera I Gusti Kaler Pacekan melarikan diri berpencar; ada yang ke Karangasem ada pula ke Tabanan.
I Gusti Agung Maruti kemudian mewariskan kerajaan kepada putera – puteranya.
- I Gusti Agung Putu diberikan Puri Kuramas dengan pusaka Ki Bintang Kukus dan Ki Sekar Gadhung yang nantinya diceritakan Beliaulah salah satu penguasa di Kerajaan Mengwi.
- I Gusti Agung Anom diberikan wilayah Kapal dan Buringkit dengan pusaka keris Ki Panglipur, kemudian beliau bergelar I Gusti Agung Made Agung.
***