Pasek Badak

Pada zaman dahulu di Bali, ada seorang Ki Pasek yang sakti dan teguh berkendaraan Badak, dengan pengikutnya tidak mengakui kedaulatan I Gusti Agung Putu sebagai raja dari Kerajaan Mengwi

Ki Pasek lalu dipanggil untuk datang menghadap ke Puri. 

Ki Pasek bersama kerabatnya datang memenuhi permintaan Raja. Raja menantang untuk adu tanding, tanpa mengadu rakyat. Rakyat hanya menjadi taruhan. Tantangan disetujui oleh Ki Pasek Badak. Mereka berdua mengadu kekuatan, sama – sama kebal tidak terlukai oleh senjata. Tidak ada yang kalah. 

Kemudian Ki Pasek Badak menyadari, bahwa I Gusti Agung Putu ditakdirkan menjadi penguasa dan menikmati kewibawaan. Ki Pasek bersedia mengalah dan dibunuh dengan syarat setelah menjadi Pitara disembah oleh 40 orang keturunan I Gusti Agung Putu. Syarat itu disetujui, Ki Pasek menyerahkan nyawanya, ditikam dengan keris Ki Nagakeras. Binatang Badak peliharaannya juga mati di sebelah Selatan desa Buduk. 

I Gusti Agung Putu kemudian melakukan upacara pemerasan kepada 40 orang dari semua golongan masyarakat untuk menyembah roh Ki Pasek Badak, sebab beliau tidak mau keturunan langsung yang menyembah. 
Warga Ki Pasek seluruhnya tidak mau tunduk, mereka mengungsi ke desa Tanguntiti Tabanan.
I Gusti Agung Putu memenuhi janjinya dengan mendirikan Pura Taman Ahiun (Ayun). Arwah Ki Pasek Badak diistanakan di Pelinggih Meru Tumpang 1. 

Kemudian dilaksanakan upacara besar Bhuta Yajnya, Manca Wali Krama, dan Siwa Yajnya, pada Anggara – Kliwon – Medangsya. 

Demikian dikisahkan dalam cikal bakal raja-raja Mengwi dimana warga 40 orang yang menyembah roh Ki Pasek Badak kemudian dijadikan laskar kerajaan bernama Bala Putra Dika Bata – Batu.
***