Babad Kaba-Kaba ini menceritakan, bahwa setelah Bali dapat dikalahkan, secara otomatis Bali berada di bawah kekuasaan Jawa (Majapahit). Para arya yang berjasa dalam penaklukan tersebut diberikan kekuasaan di daerah tersebut.
Arya Belog sebagai salah satu yang ikut dalam penyerangan itu akhirnya diberikan kekuasaan di daerah Kaba-Kaba dengan rakyat lima ribu orang.
Selama pemerintahannya, Beliau berhasil membangun sebuah pura yang berada di sebelah Timur Laut istana, yang bernama Pura Gunung Agung.
Sebagai penguasa daerah Kaba-Kaba, Arya Belog begitu dekat dengan Dalem di Samprangan, sehingga pada akhirnya Beliau dianugrahi oleh Dalem.
Diceritakan Arya Belog telah wafat karena telah lanjut usia. Beliau kemudian digantikan oleh putranya bergelar Arya Anglurah Kaba-Kaba. Sang putra pun begitu setianya mengabdi kepada Dalem.
Setelah Arya Anglurah Kaba-Kaba wafat, Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang tertua.
Dalam menjalankan roda pemerintahan sempat terjadi keributan yang dipicu oleh adiknya sendiri (Kyayi Buringkit) yang ingin merebut tapuk pemerintahan kakaknya, namun keributan itu dapat dilerai.
Dengan kejadian tersebut, akhirnya sang raja berpesan kepada kedua putranya, hendaknya supaya hidup rukun. Setelah raja wafat, kemudian Beliau digantikan oleh Anglurah Agung Putra Teges, sedangkan adik tirinya, Kyayi Kaladyan dinobatkan menjadi raja muda.
Setelah Raja Anglurah Agung Putra Teges wafat, Beliau digantikan oleh putranya yang bergelar Arya Anglurah Kaba-Kaba Suddha Teges. Raja Arya Anglurah Kaba-Kaba Suddha Teges tewas di Blambangan, atas perintah Dalem untuk berperang menyerbu Blambangan, sehingga Beliau disebut Bhatara Raja Dewata di Blambangan. Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Arya Anglurah Kaba-Kaba Yuddha Teges.
Setelah wafat, Arya Anglurah Kaba-Kaba Yuddha Teges digantikan oleh putranya yang bernama Arya Anglurah Sena Teges. Setelah Arya Anglurah Sena Teges wafat, Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Anak Agung Ngurah Gede Teges.
Setelah Arya Anak Agung Ngurah Gede Teges wafat, Beliau digantikan oleh putranya yang bernama Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges. Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges digantikan oleh putranya yang bergelar Anak Agung Ngurah Gede Teges. Anak Agung Ngurah Gede Teges digantikan oleh putranya yang bergelar Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges.
Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges tidak memiliki putra, sehingga Beliau mengangkat putra dari Puri Kesiman negara Badung, putra dari Anak Agung Ngurah Gede, dan setelah menjadi putranya, Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges bernama Anak Agung Ngurah Badung. Setelah Beliau mengangkat putra, barulah Beliau mempunyai putra dan putri dua orang.
Diceritakan bahwa pada masa pemerintahan Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges, Kerajaan Kaba-Kaba diserbu oleh Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Kaba-Kaba berhasil dikuasai, habis seluruh isi puri dijarah. Kerajaan Tabanan yang mengetahui hal itu kemudian menyerang Kerajaan Mengwi. Kerajaan Mengwi pun berhasil dikalahkan, dan pergi meninggalkan Kaba-Kaba.
Diceritakan pula, pada masa pemerintahan Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges, Bali dalam keadaan kacau balau, sebab Sri Aji Bali sudah kalah berperang melawan Belanda. Mulai saat itu Bali dikuasai oleh Belanda. Setelah Anak Agung Ngurah Gede Kaba-Kaba Teges wafat, Beliau kemudian digantikan oleh Anak Agung Ngurah Gede Teges. Anak Agung Ngurah Gede Teges setelah wafat digantikan oleh putranya yang bernama Anak Agung Ngurah Putu Keweh bergelar Anak Agung Ngurah Gede Putra Teges.
Diceritakan pada tahun masehi 1942, ada pergantian penguasa di Bali. Belanda dikalahkan oleh Jepang, dan Bali dikuasai oleh Jepang. Jepang tidak lama memerintah di pulau Bali. Pada tahun masehi 1945 Jepang dikalahkan oleh Amerika, dan mulai saat inilah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya.
Dalam Lontar ini juga disebutkan bahwa keturunan raja Kaba-Kaba tidak boleh menyakiti dan memakan burung tuwu-tuwu karena Raja Arya Anglurah Kaba-Kaba berhutang nyawa pada burung tuwu-tuwu.
Pada saat Kyayi Buringkit, adik baginda raja yang ingin merebut tapuk pemerintah sang raja menyerang kerajaan, saat itu raja kebetulan tidur di pura Resi.
Pada tengah hari ada burung tuwu-tuwu bersuara di pohon mangga di halaman Pura Resi, keras suaranya sehingga membangunkan baginda raja. Terdengar oleh baginda suara orang bertempur sangat ramai di sebelah utara pura, saat itu keluarlah sabda baginda raja: “Uduh engkau burung tuwu-tuwu, engkau yang membangunkan aku kala tidur, andai tidak demikian, barangkali mati aku saat tidur diamuk oleh musuh.
Sekarang ada kaulku padamu tuwu-tuwu, seketurunanku tidak boleh menyakiti dan memakan burung tuwu-tuwu, sebab aku berhutang nyawa padamu”.
***