Sirarya Kuthawaringin

Diceritakan sekarang yang bernama Sirarya Kuthawaringin, dahulu sebagai Amanca Agung merangkap Demung untuk mendampingi Sri Aji Wawurawuh (Sri Kresna Kapakisan) yang dalam babad dan purana dikisahkan sebagai berikut :
  • Dalam Babad Usana Bali PulinaSetelah Bali dapat dikalahkan, secara otomatis Bali berada di bawah kekuasaan Jawa (Majapahit). 
    • Para arya yang juga berjasa dalam penaklukan tersebut diberikan kekuasaan di daerah tersebut seperti halnya Arya Kuthawaringin diberikan kekuasaan di Gelgel.
  • Dalam Purana Pura Dalem TUGU disebutkan beliau merupakan keturunan utama dari kesatria Deha, putera dari Sirarya Kuthawandira dan cucu dari Sri Jayawaringin. 
    • Adapun Sri Jayawaringin putera dari Sri Siwawandira cucu dari Sri Jayabhaya, dan sebagai buyut dari Sri Erlangga. 
    • Jadi masih satu turunan dengan Sri Ratna Bhumibanten yang menjadi raja di Bali, karena beliau keturunan Anak Wungsu adik Sri Hairlanggya (Erlangga) putera dari Sri Udayana Warmadewa. 
Mengenai Sirarya Kuthawaringin, dalam purana tersebut juga diceritakan beliau sangat pandai dan bijaksana, akhli dalam ilmu pemerintahan, sangat pintar memikat hati masarakat, teguh satu kata dengan perbuatan, tiada henti-hentinya mengusahakan kesejahteraan rakyat, 
Tidaklah salah dahulu beliau diberi kedudukan sebagai Manca Agung. Beliau dapat mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian di seluruh wilayah Kemancaan Agung yang meliputi desa-desa seperi Gelgel, Kamasan, Tojan sampai ke pesisir Klotok, Dukuh Nyuhaya, Kacangpawos, Siku sampai Klungkung. 
Setelah lama beliau di Gelgel lalu beliau membangun istana kepatihan, karena beliau seorang Amanca Agung merangkap Demung. 
Didirikan pula kahyangan tempat memuja Sang Hyang Amurwabhumi, di selatan desa yang disebut pula Dalem Jagat. 
Disanalah beliau mensthanakan Sang Hyang Wisesa, dalam prabawanya sebagai Sang Hyang Amurwabhumi. 
Sirarya Kuthawaringin diberi tugas menjadi Adhipati, Amanca Agung merangkap Demung mendampingi Sri Aji Wawurawuh (Sri Kresna Kapakisan), juga merangkap sebagai Tumenggung. Beliau menurunkan putera empat orang :
  1. I Gusti Agung Bandesa Gelgel, yang menggantikan ayahnya. 
  2. Kyayi Gusti Parembhu, 
  3. Kyayi Gusti Candhi, 
  4. Ni Gusti Stri Waringin diperistri oleh Dalem Ketut Kresna Kapakisan. Dari perkawinan ini lahir anak laki-laki tunggal yang bernama Ida I Dewa Tegalbesung.
Selanjutnya diceritakan Arya Kuthawaringin lanjut usia, jabatannya diganti oleh putera sulungnya yang bergelar I Gusti Agung Bandhesa Gelgel dengan jabatan Patih Utama.

Dan ketika beliau wafat, I Gusti Agung Bandhesa Gelgel bersama seluruh saudara dan sanak keluarganya menyelenggarakan upacara Palebon lanjut dengan Baligia dan Atmapratista-nya. 
Roh Sucinya disthanakan di palinggih babaturan sebagai Padharman Sira Arya Kuthawaringin di Kahyangan Dalem Suci sebagaimana dijelaskan dalam salah satu archive Kubontubuh Kuthawaringin sebagai komunikasi antar sameton pratisentana para keturunannya.
***