KEBO IWA

Sejarah KEBO IWA dikisahkan dalam Babad Bara Batu, tersebutlah pada tahun Isaka 1185/1263 Masehi, Prajurit Taruna Batu, anggota sebanyak 33 orang,
semuanya gagah berani berbusana serba putih, memakai destar Merah api, bunga Waribang Dwikarna, bersenjata Tamyang dan keris 10 orang pengawin samlong mapontang kuningan 10 dan membawa pratoda, dan tiga orang membawa air, pasepan, tirtha suci. 

Diceritakan lagi tahun Isaka 1197/1275 Masehi pasukan Teruna Batu membangun Pura Dalem Maya. 
Dikisahkan lagi Patih Gajah Mada bermaksud membuat daya upaya jahat terhadap Sang Kebo Waruga bersama raja Bali karena tahu para patihnya tak ada menandingi kesaktiannya. 
Kemudian Patih Mada bersama para patih Wilwatikta mendarat di segara rupek di Gilimanuk, menuju ke Telukan Bawang, merambas tegalan di desa Garabong (Pulaki) serta desa Pangastulan, naik perahu menuju ujung gunung Tolangkir terus ke Tianyar dan Samprangan. 

Ketika diketahui kedatangan para mantri Jawa oleh pasukan Taruna Batu, disambut dengan ramah dan bersalaman, karena sebelumnya sudah ada tanda persahabatan dengan mengibarkan bendera putih, dan perlengkapan upacara agama, lantas diajak kerumah orang tuanya Karang Buncing di Blahbatuh, dan ditanya maksud atas kedatangannya, yaitu menjalankan perintah Sri Aji Wilwatikta melamar Kebo Iwa akan disandingkan dengan putri dari jawa Madura. 
Atas ijin sang raja lalu Kebo Iwa pamitan dengan para mantri semuanya, juga menghaturkan sembah bhakti dipura Gaduh, lalu menuju ke Pura Luhur, Uluwatu, melakukan yoga semadhi seorang diri tanpa ada orang yang mengiringi. 
Setelah beberapa lama di parahyangan lalu berjalan menuju pantai Pula Ayam (bali Tegil), di Benoa, menaiki perahu layar ke tengah samudra, lalu ada tanda yang tidak baik, hujan ribut dan kilat bersahu-sahutan, perahu layar diterjang ombak, tahu dirinya akan kena bencana dan ingat akan kewajiban sebagai seorang ksatrya yaitu kesetiaan, satrya artinya tak boleh ingkar janji, lalu turun berenang ketengah lautan mengobok-obok air laut bagaikan lajunya perahu layar. 

Kemudian beliau tiba di pulau Jawa dan disambut oleh kedatangannya oleh orang-orang Surabaya, Madura, tak terbilang banyak menyambut kedatangan Beliau, lalu disuruh membuat sumur dilereng gunung untuk tempat pemandian Sang Dyah dikala hari pernikahan nanti.
Setelah Kebo Iwa dalam menggali sumur, lalu ditimbun dengan bongkahan-bongkahan batu, lalu disangga batu itu dengan kedua belahan tangan dan dihempaskan kembali dari dalam sumur, bagaikan hujan batu, semuanya lari tunggang langgang menyelamatkan diri takut kena bongkahan batu. 
Lalu kebo Iwa keluar dari dalam sumur seraya berucap, Hai kamu prajurit semua, kalau kamu mengharapkan aku mati, aku tak akan mati oleh batu, juga dengan segala senjata buatan manusia, malu aku kembali ke pulau Bali, dengarkan ucapanku, kalau kamu ingin mematikan aku, dengan kapur bubuk timbun aku kedalam sumur beserta canang wangi, seperti bunga, daun, air, dupa, buah. 
Jika aku mati atas kehendak kamu semua, semoga dikemudian hari di bumi ini akan dimasuki kebo putih, saat itu semuanya akan kesusahan, demikian akhirnya Kebo Iwa meninggal di dalam sumur menuju kesunyian. Demikianlah disebutkan dalam prasasti Pura Dalem Maya, Blahbatuh, Gianyar,
Sedangkan Kelahiran KEBO IWA & kekuatannya yang sangat terkenal sampai diluar pulau Bali disebutkan dalam Prasasti Pura Maospahit.

Entah berapa lama Ida Arya Karang Buncing hidup sebagai suami istri, belum juga dikarunia putra, hati beliau sanagat sedih, lalu pada hari yang baik , beliau berkeinginan nunas ica memohon kemurahan hati Ida Sanghyang Widhi, ring Pura Bedugul Gaduh,
lalu beliau mendapat kelahiran seorang putra, yang lama kelamaan diberi nama Kebo Waruga, yang berperawakan tinggi besar, tidak ada orang menyamai di bumi Bali ini, apalagi tentang kesaktianya, teguh, tidak mempan oleh senjata buatan manusia, ahli dalam bidang pembangunan, beliau sidhi ucap.
Pada tahun Caka 1185/1263 Masehi, lalu beliau Kebo Waruga mendirikan pasukan Taruna Watu, yang jumlah anggotanya sebanyak 33 orang, lalu beliau membangun Pura Dalem Maya pada tahun Caka 1197/1275 Masehi. Setelah selesai membangun pura, pada saat itu tahun Caka 1198/1276 Masehi, Kebo Waruga bingung pikirannya, lalu beliau menyelusup ke desa-desa seperti, Bualu, Pecatu, Tunggaking Pering, Kali Jajuwan, beliau dijunjung di jagat Kali Jajuwan itu, soal makanan Beliau sangat rakus, itu sebabnya badannya tinggi dan besar, oleh sebab itu kesengsaran dan bingung rakyat beliau, lalu Kebo Iwa mengutuk tempat itu dan dinamakan Desa Serangan. Kebo Iwa berjalan ke utara ke jagat Badung menjadi tukang bangunan suci seperti membuat Candi Raras Maospahit yang menghadap ke barat pada tahun Caka 1200/1278 Masehi.
Selanjutnya diceritakan yang  menjadi pimpinan jagat Kapal, Bali yang bergelar Dalem Rokaranti, tempat itu bernama Pastenganan yang letaknya arah tenggara Puri ne Kawit, disebut Dalem Pura Sada (Dalem Bringkit-Kebo Iwa), disana beliau mendirikan Candi Raras yang sudah dipastu, yang beliau katakan “ Bilamana ada seorang istri yang sedang mengandung masuk ke pura itu akan gugur kandungannya”.

Desa Kapal itu juga dikutuk tidak boleh membangun mamakai bahan dari batu bata sampai kini, karena beliau yang patut memerintahkan kutukan bumi ini. Beliau bagaikan dewata yang dijunjung seperti Dewata Saking Kidul (Hyang Sinuhun Kidul).
Karena Ida Kebo Iwa tidak punya tempat maka beliau mendirikan bale panjang yang disebut Bale Agung, juga mendirikan dapur di desa Sri Jong, Bale Panjang ada di desa Beda, serta semua rakyat tidak berani melawannya.

Lagi diceritakan yang menjadi raja di jagat Bali saat itu adalah Ida Dalem Batu Ireng (Astasura Ratna Bumi Banten, Sri Gajah Wahana, Sri Tapa Hulung, Dalem Bedahulu), mengutus para Demung yang bernama Arya Kalung Singkal di desa Taro, Arya Tunjung Biru, Arya Tunjung Tutur juga patih Kopang di Batur, arya Pasung Grigis di Tengkulak, Ida Patih Giri Gemana di Jambirana, Patih Tambyak di Jimbaran membuat pondok prajurit mau menguji kesaktianya I Kebo Iwa.

Tatkala di hari yang tepat diadakan pertarungan, Ida Sang Prabu Batu Ireng diiringi oleh Mantri Gudug Basur telah naik ketempat yang telah disiapkan,
lalu suara kentongan berbunyi bertalu-talu, suara gambelan, suara gemuruh rakyatnya tak henti-hentinya. Lalu Pasung Gerigis memerintahkan patih semuanya untuk melawan I Kebo Iwa mengadu kewisesan (perang tanding), semua patih dan rakyat kalah dalam mengadu tanding tersebut.
Dengan demikian Prabu Batu Ireng kagum atas kekuatan I Kebo Iwa, lalu I Kebo Iwa diangkat menjadi patih andalan, kekuatan Ida I Kebo Iwa sangat terkenal sampai diluar pulau Bali.
Ref Kutipan : SRI KBO IWA DALAM PRASASTI, PURANA, DAN BABAD

Sebagai tambahan :
  • Siraman pamor bubuk, rahasia dibalik lenyapnya Kebo Iwa.
***