Arya Tangkas

Arya Tangkas adalah salah seorang abdi setia dari kerajaan Gelgel Bali yang dahulu diceritakan beliau bergelar Pangeran Tangkas sebagai pemegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu.
Namun karena sepucuk surat perintah raja yang berisi huruf sandi, akhirnya kisah suka duka mewarnai perjalanan hidup dan keturunannya.
Dan banyaklah hikmah yang dapat dipetik dari kisah cerita ini. 
Arya Tangkas, sejatinya beliau merupakan putra dari Arya Kanuruhan yang sewaktu di Kerajaan Gelgel dalam sejarah Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung, beliau Arya tangkas bergelar Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut dengan Pangeran Tangkas.
Beliau bertugas (mendapat tugas) dari raja sebagai Rakryan Apatih, 
Dan karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling-aling raja. 
Dengan kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.
Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu dan suka duka sebagai abdi setia raja diceritakan sebagai berikut :
Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana (hukum) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja (Dalem) untuk membawa surat ke Badung (Kertalangu). Adapun isi surat ini adalah: pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te - tih.
Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut.
Karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca huruf sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja.Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. 
Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade.
”Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. 
Siapakah yang membawa surat ini? 
Apakah dosamu terhadap Dalem? 
dan bingunglah ayahnya berpikir-pikir mengenai hal tersebut. 
Berkatalah putra beliau :
”Ya ayahku samasekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan putranya itu, menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya :
"Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja (Dalem), bila kamu benar, hari ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga". 
Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kematian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. 

Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahanda. 
Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. 
Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya-jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha.
Setelah selesai upacara mejaya-jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra
Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup. Setelah tiba di setra tersebut, 
disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. 
Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, 
hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.

Diceritrakan kembali, 
orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan 
“Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat”. 
Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja) dan beliau berkata 
“Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu? Katakanlah dengan cepat!”. 
Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata 
“Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali”. 
Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, 
walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. 
Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau 
”Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.

Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu (Badung), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. 
Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang kembali ke Puri Gelgel. 
Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain-lainnya. 
Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata “Marilah engkau dekat padaku Tangkas”. 
Kemudian datang bersembahlah Tangkas “Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku”. 

Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja :
” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku”. 
Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau (raja) sebagai berikut:
”Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu. Apakah hal tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu?”. 
Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas : 
” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri”. 
Mendengar ucapan Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama, karena itulah beliau berpikir-pikir lalu bersabda:
“Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! 
Akan tetapi untuk meneruskan keturunanmu itu, agar keturunan Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus, akan tetapi ada yang ku minta kepadamu yaitu :
    • Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri.
    • Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama "Ki Pangeran Tangkas Kori Agung”
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata :
“Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabila hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk, sehingga hamba kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat”. 
Kemudian berkatalah Sang raja kembali : 
”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan”. 
Karena hal ini merupakan perintah sang raja, maka istri raja kemudian diambil oleh Tangkas lalu di bawa ke Badung. 
Dan sampai di Badung maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar dengan mengundang banyak keluarga.
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama Pangeran Tangkas Kori Agung. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali.

Lahirnya putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah-tengah keluarga arya Tangkas disebutkan,
  • Secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem, raja dari kerajaan Gelgel.
  • Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas.
***